Previous post

Saturday, January 7, 2023

Ikhtiar Langsing

 


Haiya…haiya…! Teriakku tertahan ketika pagi itu angka pada timbanganku berhenti di 62.3.  Betapa cepatnya karbo ini terbentuk menjadi tumpukan lemak di tubuhku. Aku tidak tahu pastinya dimana. Menurut perkiraan dan perasaanku, tubuhku suka banget menyimpan lemak di perut, lengan atas dan paha, sedikit di pipi. Tidak di betis, karena lingkar betisku tidak bertambah. Juga tidak dijari-jari. Semua dibuktikan dengan meteran jahit yang kupunya.  Baiklah. Aku menarik napas. Apa yang mesti dilakukan? Dengan tinggi 156 dan berat 62 tentu jauh dari ideal. Menahan tidak ngemil itu harapan yang entah kapan terjadi. Tidak makan nasi akan berakibat pada menurunnya produktifitas pikir. Mencari alternatif makan nasi merah, I think it will be difficult. Makan ketela? Aduhh… jangan deh! Itu mengingatkanku pada masa-masa sulit ketika kecil dulu, bapakku tidak bisa beli beras, akhirnya kami semua makan ketela, hampir setiap hari. Jadi aku tak ingin mengulang penderitaan masa itu disaat ekonomi sudah membaik sekarang ini. Tidak…!  Bagaimana kalau kentang? Yahhh… nanti akhir-akhirnya digoreng, malah parah.

Bagaimana kalau ikuti saran teman yang minum shake. Badannya sekarang bagus, lho. Dulu beratnya 73kg. Sekarang stay di 56 katanya. Wah, keren dong! Boleh juga. Kan nggak bagus banget, sudah tua, gendut, keriput lagi. Mana menariknya? Sudah begitu nanti diikuti komplikasi, jari-jarinya kaku kalau bangun tidur. Asam urat. Punggung dan leher belakang terasa seperti menahan beban. Mungkin kolesterol. Sering pipis malam hari. Prediabet. Suka berkeringat dan deg-degan. Gangguan jantung. Kepala kenceng. Darah tinggi. Banyak banget jeleknya. Hidup seperti itu kan bukan pilihan.

Maka aku setuju dibawa teman ke sebuah klinik shake sekitar jam 10 pagi. Aku menyebutnya klinik sebab disini pembeli di doktrin untuk mempunyai pola makan sehat ditambah dengan mengkonsumsi produk tersebut. Dan segala hal yang berkaitan. Aku mulai ditimbang. Tetap diatas timbangan sampai alat itu berbunyi tit…tit…tit… tiga kali baru aku boleh turun. Lalu pemilik klinik itu mencatat banyak sekali angka dalam kolom-kolom di kertasnya. Lalu dia duduk dihadapanku. Ibu, kondisi tubuh Ibu parah banget, ya. Katanya. Berat ibu masuk kategori overweight. Lemak tubuh harusnya 22-29, Ibu 37. Tinggi sekali kan? Kadar airnya 40, normalnya 40-60%. mepet. Rating fisik Ibu 3 harusnya kan 5, ini menunjukkan Ibu kegemukan.  Lemak perut 7 harusnya 5. Usia sel 54 padahal Ibu 47, jadi selnya tua duluan. Harusnya bisa jauh di bawah 47. Masa otot Ibu 32 harusnya 37. Ibu jarang olehraga, ya?  Begitulah tubuhku dievaluasi. Bukan dikritik. Aku menyetujui semua paparannya. Lalu dengan kondisi ini berapa sebetulnya kebutuhan kaloriku sehari? 1200. Itu artinya, aku hanya boleh makan sekitar 3 sendok nasi. Sisanya protein. Tidak boleh digoreng. Tidak boleh ada gula. Jadi semua direbus. Hmm… Beberapa saat kemudian shake pesananku datang. Satu gelas besar berisi sekitar 1 liter ditambah teh energi, katanya begitu, sekitar 600 ml. Harus aku habiskan. Awalnya aku tak percaya perutku bisa menampung semua itu dalam waktu singkat. Untunglah tadi pagi aku belum makan. Ternyata aku mampu menghabiskan minuman yang ternyata enak juga di lidahku. Begitupun tehnya. Harganya? 40 ribu. Sekali minum.

Lalu aku mulai menghitung. Biasanya kalau jam sepuluh aku jajan, sekitar sepuluh ribu. Terus makan siang sekitar 20 ribu. Jadi untuk makanan biasa aku mengeluarkan 30 ribu. Berarti sesungguhnya aku hanya perlu menambah 10 ribu saja. It’s worth lah dengan harapan bisa hidup lebih sehat dan berat badan ideal. Aku membayangkan dengan menerapkan pola ini beberapa minggu ke depan bisa menurunkan berat sekitar 4 kg menjadi 58. Dua minggu kemudian turun lagi 2 kg, tercapailah ideal. Aku bisa memakai lagi baju-bajuku yang dulu. Pinggangku akan terbentuk lagi, lenganku mengecil, perutku mengempes dan tentu saja, lemak-lemak yang bergelantungan diberbagai wilayah perbodianku hilang semua. Bahagianya!

 

Kembali ke kantor, aku meneruskan beberapa pekerjaan yang tidak terlalu urgen. Jam menunjukkan pukul 13.15. Perutku mulai keroncongan. Bu Siti belum datang ya, Bu? Kudengar  seorang teman bertanya. Bu Siti, penjual tenongan yang biasa mampir di kantor sesudah dhuhur memang belum datang. Libur mungkin. Baru beberapa menit, tiba-tiba kudengar pintu terbuka, dengan senyum khasnya Bu Siti meminta maaf datang terlambat. Seperti fenomena sego sak kepel dirubung semut, begitulah kami yang berada di ruangan tersebut mengerubungi bu Siti. Dia  segera menggelar segala makanan produknya sendiri. Nasi bakar, sayur, oseng-oseng, sate, ayam goreng, gurame, bacem dan segala yang ada di warung tegal ada semua. Komplit, plit! Beberapa saat kemudian aku sudah menikmati sebungkus nasi, tahu bacem, sepotong ayam goreng, oseng daun papaya dan sayur lodeh. Sungguh aku lupa kalau hari itu aku harus mulai menghitung kalori yang masuk!

 

Sumber ilustrasi:

https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/cartoon-fat-woman-vector-5799170


No comments:

Post a Comment