Haiya…haiya…!
Teriakku tertahan ketika pagi itu angka pada timbanganku berhenti di 62.3. Betapa cepatnya karbo ini terbentuk menjadi tumpukan
lemak di tubuhku. Aku tidak tahu pastinya dimana. Menurut perkiraan dan
perasaanku, tubuhku suka banget menyimpan lemak di perut, lengan atas dan paha,
sedikit di pipi. Tidak di betis, karena lingkar betisku tidak bertambah. Juga
tidak dijari-jari. Semua dibuktikan dengan meteran jahit yang kupunya. Baiklah. Aku menarik napas. Apa yang mesti
dilakukan? Dengan tinggi 156 dan berat 62 tentu jauh dari ideal. Menahan tidak
ngemil itu harapan yang entah kapan terjadi. Tidak makan nasi akan berakibat pada
menurunnya produktifitas pikir. Mencari alternatif makan nasi merah, I think
it will be difficult. Makan ketela? Aduhh… jangan deh! Itu mengingatkanku
pada masa-masa sulit ketika kecil dulu, bapakku tidak bisa beli beras, akhirnya
kami semua makan ketela, hampir setiap hari. Jadi aku tak ingin mengulang
penderitaan masa itu disaat ekonomi sudah membaik sekarang ini. Tidak…! Bagaimana kalau kentang? Yahhh… nanti
akhir-akhirnya digoreng, malah parah.
Bagaimana kalau
ikuti saran teman yang minum shake. Badannya sekarang bagus, lho. Dulu beratnya
73kg. Sekarang stay di 56 katanya. Wah, keren dong! Boleh juga. Kan
nggak bagus banget, sudah tua, gendut, keriput lagi. Mana menariknya? Sudah
begitu nanti diikuti komplikasi, jari-jarinya kaku kalau bangun tidur. Asam
urat. Punggung dan leher belakang terasa seperti menahan beban. Mungkin
kolesterol. Sering pipis malam hari. Prediabet. Suka berkeringat dan deg-degan.
Gangguan jantung. Kepala kenceng. Darah tinggi. Banyak banget jeleknya. Hidup
seperti itu kan bukan pilihan.
Maka aku setuju
dibawa teman ke sebuah klinik shake sekitar jam 10 pagi. Aku menyebutnya klinik
sebab disini pembeli di doktrin untuk mempunyai pola makan sehat ditambah
dengan mengkonsumsi produk tersebut. Dan segala hal yang berkaitan. Aku mulai
ditimbang. Tetap diatas timbangan sampai alat itu berbunyi tit…tit…tit… tiga
kali baru aku boleh turun. Lalu pemilik klinik itu mencatat banyak sekali angka
dalam kolom-kolom di kertasnya. Lalu dia duduk dihadapanku. Ibu, kondisi
tubuh Ibu parah banget, ya. Katanya. Berat ibu masuk kategori
overweight. Lemak tubuh harusnya 22-29, Ibu 37. Tinggi sekali kan? Kadar airnya
40, normalnya 40-60%. mepet. Rating fisik Ibu 3 harusnya kan 5, ini menunjukkan
Ibu kegemukan. Lemak perut 7 harusnya 5.
Usia sel 54 padahal Ibu 47, jadi selnya tua duluan. Harusnya bisa jauh di bawah
47. Masa otot Ibu 32 harusnya 37. Ibu jarang olehraga, ya? Begitulah tubuhku dievaluasi. Bukan dikritik.
Aku menyetujui semua paparannya. Lalu dengan kondisi ini berapa sebetulnya
kebutuhan kaloriku sehari? 1200. Itu artinya, aku hanya boleh makan sekitar 3
sendok nasi. Sisanya protein. Tidak boleh digoreng. Tidak boleh ada gula. Jadi
semua direbus. Hmm… Beberapa saat kemudian shake pesananku datang. Satu gelas
besar berisi sekitar 1 liter ditambah teh energi, katanya begitu, sekitar 600
ml. Harus aku habiskan. Awalnya aku tak percaya perutku bisa menampung semua
itu dalam waktu singkat. Untunglah tadi pagi aku belum makan. Ternyata aku
mampu menghabiskan minuman yang ternyata enak juga di lidahku. Begitupun
tehnya. Harganya? 40 ribu. Sekali minum.
Lalu aku mulai
menghitung. Biasanya kalau jam sepuluh aku jajan, sekitar sepuluh ribu. Terus
makan siang sekitar 20 ribu. Jadi untuk makanan biasa aku mengeluarkan 30 ribu.
Berarti sesungguhnya aku hanya perlu menambah 10 ribu saja. It’s worth
lah dengan harapan bisa hidup lebih sehat dan berat badan ideal. Aku
membayangkan dengan menerapkan pola ini beberapa minggu ke depan bisa
menurunkan berat sekitar 4 kg menjadi 58. Dua minggu kemudian turun lagi 2 kg,
tercapailah ideal. Aku bisa memakai lagi baju-bajuku yang dulu. Pinggangku akan
terbentuk lagi, lenganku mengecil, perutku mengempes dan tentu saja,
lemak-lemak yang bergelantungan diberbagai wilayah perbodianku hilang semua.
Bahagianya!
Kembali ke
kantor, aku meneruskan beberapa pekerjaan yang tidak terlalu urgen. Jam
menunjukkan pukul 13.15. Perutku mulai keroncongan. Bu Siti belum datang ya,
Bu? Kudengar seorang teman bertanya.
Bu Siti, penjual tenongan yang biasa mampir di kantor sesudah dhuhur memang
belum datang. Libur mungkin. Baru beberapa menit, tiba-tiba kudengar pintu
terbuka, dengan senyum khasnya Bu Siti meminta maaf datang terlambat. Seperti
fenomena sego sak kepel dirubung semut, begitulah kami yang berada di
ruangan tersebut mengerubungi bu Siti. Dia segera menggelar segala makanan produknya
sendiri. Nasi bakar, sayur, oseng-oseng, sate, ayam goreng, gurame, bacem dan
segala yang ada di warung tegal ada semua. Komplit, plit! Beberapa saat
kemudian aku sudah menikmati sebungkus nasi, tahu bacem, sepotong ayam goreng,
oseng daun papaya dan sayur lodeh. Sungguh aku lupa kalau hari itu aku harus
mulai menghitung kalori yang masuk!
Sumber ilustrasi:
https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/cartoon-fat-woman-vector-5799170
No comments:
Post a Comment