Resume ke : 18
Tanggal : 17 Pebruari 2023
Nara sumber : Maydearly, M.Pd
Gelombang : 28
Tema : Diksi dan Seni Bahasa
Moderator : Widya Arema
As salamu ‘alaykum Guru Penulis Nusantara,
Terimakasih
sebesar-besarnya kepada Ibu Maydearly, M.Pd, sebagai narasumber yang telah
membagi ilmu yang bermanfaat tentang diksi dan seni bahasa. Tema ini menjadi
pelengkap tema-tema sebelumnya yang berkaitan dengan menulis bebas. Memilih
kata yang puitis, syahdu dan bermakna dalam tentu butuh latihan dan pemahaman
akan makna kata, terus menggali kosa kata asli maupun serapan dan padanannya
sehingga ketika seorang penulis memilih suatu kata betul-betul bisa mewakili
maksud terdalamnya. Diksi sangat tergantung dari pengalaman berbahasa
penggunanya.
Diksi (diction,
Inggris; dictionem, latin) adalah
pemilihan kata agar sebuah ungkapan bisa ekspresif, memiliki ruh, berkarakter
kuat dan mampu mempermainkan hati pembacanya. Aristoteles, seorang filsuf
Yunani, memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Dalam
salah satu bukunya berjudul Poetics, gagasannya tentang diksi puitis
tergambarkan. Kemampuan memilih diksi ini tidak hanya untuk para penyair tetapi
juga untuk sastrawan lainnya yang menulis prosa atau genre yang lebih luas
misalnya dalam penulisan drama. Shakespeare merupakan salah satu penulis yang
mempunyai diksi kuat untuk mengungkapkan
romantisme dalam tragedi. Dia menggunakan metafora yang komunikatif hingga bisa
dinikmati pembacanya lintas generasi. Diksi digunakan juga untuk membuat teks
berita sehingga menarik keinginan orang untuk membaca. Dalam artikel ilmiah,
diksi digunakan untuk memperkuat argumen atau analisis sebuah permasalahan.
Untuk bisa memahami
dan memilih diksi yang tepat, seseorang bisa menggunakan sense of touch, sense
of smell, sense of taste, sense of hearing dan sense of journalism. Dengan kata
lain, diksi memerlukan kepekaan lima indra ditambah satu.
1. Sense of touch ini berguna untuk mengungkapkan dengan rinci apabila akan menganalogikan rasa yang berhubungan dengan kulit, misalnya gesekan, rabaan, halus, kasar, dll. Intinya semua kata yang bisa dikiaskan dengan pengalaman menyentuh. Contoh:
2. Sense of smell adalah segala kata yang berhubungan dengan penciuman dan kiasnya. Bisa jadi pilihan kata ini digabungkan dengan kata lain dalam satu ungkapan. Contoh:
Layaknya harum melati
dan kenanga kebersamaan kita dulu, sebelum rasa memudar karena tak lagi kau
hidangkan kesetiaan.
3. Sense of taste adalah semua kata atau paduan kata yang berhubungan dengan indra pengecap dan kiasnya dalam sebuah ungkapan. Contoh:
4. Sense of sight adalah semua kata yang berhubungan dengan indra penglihatan. Pada prinsipnya ungkapan indra penglihatan ini adalah ‘tunjukan, jangan ceritakan’ yaitu menunjukkan bentuk, warna, ukuran, umur, dan kondisi-kondisi lain secara detail. Contoh:
Padahal pagi tampak indah sebelum peristiwa itu
Senyummu masih masih mengambang dikelopak mataku
ternyata hanya oase yang harus berlalu
5. Sense of hearing adalah semua kata yang berkaitan dengan mendengar.
Tiba-tiba telinganya berdengung. Dia tahu ada sesuatu diluar sana. Matanya perlahan terpejam, memusatkan pikirannya pada bunyi yang semakin kuat menggesek-gesek gendang telinganya.
Diksi sangat berperan dalam mendeskripsikan sesuatu. Beberapa contoh pemilihan diksi dari novelis terkenal nusantara diantaranya YB Mangunwijaya piawai menggambarka tempat karena pilihan diksinya yang sarat makna. Begitupun trilogi novel karya Andrea Hirata yang bisa mendeskripsikan kejadian dengan kalimat-kalimat yang indah jenaka. Sedangkan Tere Liye pandai diksinya terasa puitis romantis. Umar Kayam terkenal dengan pilihan kata yang lucu.
Dengan demikian untuk memilih diksi berarti harus melibatkan pancaindra. Selain itu ternyata diksi juga permainan logika dan semiotika yang apabila berbagai makna semantiknya dipahami, maka akan kaya pula tulisan yang dihasilkan.
Ilmu tanpa dipraktekkan tidak akan bermanfaat, berikut adalah cuplikan naskah novel Rumah Kesepuluh karya saya.
Gelap cepat sekali datang. Angin bertiup kencang menyibak dedaunan dengan kasarnya. Ranting-ranting bertahan tak mau patah. Bunga-bunga akasia melayang bergerombol berjatuhan, membentuk lapis permadani jingga yang begitu indah. Mestinya begitu. Permadani itu bersemburat merah karena batuk darah yang keluar dari mulut Bapakku. Ya, darah segar kental. Setiap kali batuk darah memuncrat dari mulutnya. Aku masih menunggu bapak yang sibuk mengatur napasnya, meredakan nyeri dadanya. Waktu itu aku masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi. Aku tidak tahu harus berbuat apa kecuali menunggu dan memandangi bapakku. Sebegitu menderitanya Bapak kalau sedang muntah darah. Tidak! Bapak tidak akan mati di jalan ini, bisik hatiku.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment